Oleh: Sofyan Ariansyah & Yudi Wili Tama


Hikmah yang ketiga ini berbunyi:
سوابق الهمم لا تخرق أسوار الأقدار
“Kekuatan semangat (tekad, cita-cita, ikhtiar) tidak berupaya memecahkan Benteng takdir”

Tekad yang Allah karuniakan kepada hambanya dalam aspek kehidupannya seperti, perniagaan, industri, bisnis, studi dan sebagainya, tidak akan mampu menerobos Benteng takdir Allah, sekalipun tekadnya itu tertancap kuat.
Dalam proses berserah diri kepada Allah, terlebih dahulu akal dan nafsu perlu ditundukan kepada kekuatan takdir. Akal harus mengakui kelemahannya dalam membuka takdir. Nafsu harus menerima kenyataan kelemahan akal dan turut serta tunduk bersamanya. Bila keduanya tunduk barulah giliran hati yang beriman kepada takdir dengan sebenar-benarnya.

Beriman kepada takdir merupakan pengaplikasian beriman secara cerdas. Karena orang yang tidak beriman kepada takdir seperti orang yang ter-ombang-ambing dalam petualangan hidupnya di dunia ini. Karena akalnya telah diperalat oleh nafsu sehingga menimbulkan keraguan terhadap Allah swt. Sekiranya dia memahami tentang hukum dan peraturan Tuhan, tentu dia dapat stay cool terhadap imannya, Allah swt berfirman dalam surah al-a’la ayat 3:

ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسير
“Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang ditimpakan di bumi, dan juga yang menimpa diri kita, melainkan telah sedia ada di dalam kitab (pengetahuan kami) sebelum kami menjadikannya; yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”

Kesimpulannya, bukan berarti seseorang itu harus menurunkan semangatnya dan pasrah saja mengikuti arus waktu, namun tetap berikhtiar di selarasi dengan iman yang cerdas. Sehingga justru menjadikan ia tidak bingung antara terus berikhtiar atau menyerah.

Wallahu a’lam