Seluruh kehidupan di Pondok Pesantren Darussalam Ciomas Bogor didasarkan pada nilai-nilai dan dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa sebagai berikut:

  1. Jiwa Keikhlasan
    Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu itu bukan karena didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan tertentu. Segala pekerjaan dilakukan dengan niat semata-mata ibadah, lillah. Kyai ikhlas dalam mendidik, dan santri ikhlas dididik dan mendidik diri sendiri, dan para pembantu kyai (para ustad) ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan.
    Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pesantren yang harmonis antara kyai yang dipatuhi dan santri yang taat, cinta, dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan para santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun.
  2. Jiwa Kesederhanaan
    Kehidupan di dalam pesantren diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nrimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam kesederhanaan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan, dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
    Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju, dan pantang mundur dalam segala keadaan.Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat,yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.
  3. Jiwa Berdikari
    Berdikari atau kesangggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja dalam arti bahwa sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren itu sendiri – sebagai lembaga pendidikan – juga harus sanggup berdikari sehingga tidak menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain.
    Inilah zelf berdruiping system (sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai). Dalam pada itu tidak bersikap kaku, sehingga menolak orang-orang yang hendak membantu pesantren. Semua pekerjaan di dalam pesantren dikerjakan oleh kyai dan para santrinya sendiri, tidak ada pegawai di dalam pesantren.
  4. Jiwa Ukhuwwah Diniyah
    Kehidupan di pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan persaudaraan keagamaan. Tidak ada lagi dinding yang dapat memisahkan antara mereka, meskipun mereka berbeda aliran politik.
    Ukhuwwah ini bukan saja selam mereka di dalam pesantren, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat sepulang para santri itu dari pesantren.
  5. Jiwa Bebas
    Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalammenentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan sesuai dengan nilai-nilai yang telah diajarkan kepada mereka di pesantren.
    Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali ini seringkali kita temui unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.
    Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi), berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya sendiri telah pernah menggantungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang diketahui saja.
    Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas di dalam garis-garis DISIPLIN YANG POSITIF, dengan penuh tangungjawab; baik di dalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat.

Jiwa yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal pokok di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga juga harus senantiasa dihidup-hidupkan,dipelihara, dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.